http://madfirdaus.wordpress.com/2009/11/17/tugas-matematika-bentuk-superitem/
Biggs dan Collis (dalam Sumarmo 1993, h.
2) melakukan studi tentang struktur hasil belajar dengan tes yang
disusun dalam bentuk superitem. Biggs dan Collis dalam temuannya
mengemukakan bahwa pada tiap tahap atau level kognitif terdapat
struktur respon yang sama dan makin meningkat dari yang sederhana sampai
yang abstrak. Struktur tersebut dinamakan Taksonomi SOLO (Structure of the Observed Learning Outcome).
Menurut Biggs dan Collis berdasarkan kualitas model respon anak, tahap
SOLO anak diklasifikasikan pada empat tahap atau level. Keempat tahap
tersebut adalah unistruktural, multistruktural, relasional, dan abstrak.
Studi tentang tahap SOLO, juga
dilakukan Sumarmo (1993). Temuan dalam studi ini menguatkan keyakinan
bahwa dalam pembelajaran matematika, penjelasan konsep kepada siswa
hendaknya tidak langsung pada konsep atau proses yang kompleks, tetapi
harus dimulai dari konsep dan proses yang sederhana. Berdasarkan
keyakinan tersebut, Sumarmo (1993) memberikan alternatif pembelajaran
yang dimulai dari yang sederhana meningkat pada yang lebih kompleks.
Pembelajaran tersebut menggunakan soal-soal bentuk superitem sebagai
tugas.
Pembelajaran menggunakan tugas bentuk
superitem adalah pembelajaran yang dimulai dari tugas yang sederhana
meningkat pada yang lebih kompleks dengan memperhatikan tahap SOLO
siswa. Dalam pembelajaran tersebut digunakan soal-soal bentuk superitem.
Alternatif pembelajaran yang direkomendasikan Sumarmo tersebut,
dirancang agar dapat membantu siswa dalam memahami hubungan antar
konsep. Juga membantu dalam memacu kematangan penalaran siswa. Hal itu
dilakukan agar siswa dapat memecahkan masalah matematika.
Sebuah superitem terdiri dari sebuah stem
yang diikuti beberapa pertanyaan atau item yang semakin meningkat
kekompleksannya. Biasanya setiap superitem terdiri dari empat item pada
masing-masing stem. Setiap item menggambarkan dari empat level
penalaran berdasarkan Taksonomi SOLO. Semua item dapat dijawab dengan
merujuk secara langsung pada informasi dalam stem dan tidak
dikerjakan dengan mengandalkan respon yang benar dari item sebelumnya.
Pada level 1 diperlukan penggunaan satu bagian informasi dari stem. Level 2 diperlukan dua atau lebih bagian informasi dari stem.
Pada level 3 siswa harus mengintegrasikan dua atau lebih bagian dari
informasi yang tidak secara langsung berhubungan dengan stem, dan pada level 4 siswa telah dapat mendefinisikan hipotesis yang diturunkan dari stem.
Karakteristik soal-soal bentuk
superitem yang memuat konsep dan proses yang makin tinggi tingkat
kognitifnya tersebut, memberi peluang kepada siswa dalam mengembangkan
pengetahuannya dan memahami hubungan antar konsep. Hal itu dikuatkan
Lajoie (1991) yang menyatakan bahwa superitem didisain untuk
mendatangkan penalaran matematis tentang konsep matematika. Di
samping itu soal bentuk superitem diharapkan lebih menantang dan
mendorong keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Sebaliknya guru dapat
melakukan kegiatan diagnostik selama pembelajaran, sehingga perkembangan
penalaran siswa dapat dimonitor lebih dini.
Kemampuan memahami hubungan antar
konsep, kematangan dalam bernalar dan keterlibatan secara aktif dalam
pembelajaran merupakan bagian yang diperlukan dalam memecahkan masalah.
Dengan demikian pembelajaran menggunakan tugas bentuk superitem dapat
diharapkan menjadi salah satu alternatif pembelajaran yang dapat
membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan meyelesaikan pemecahan
masalah matematika.
Berikut ini tiga contoh butir tes bentuk
superitem dengan tingkat kesulitan yang berbeda. Soal disusun
sedemikian rupa sehingga setiap butir tes memuat serangkaian informasi
dan kemudian diikuti oleh empat pertanyaan yang sesuai dengan
taksonomi SOLO.
Contoh pertama dari Collis, Romberg dan Jurdak (dalam Sumarmo 1993) berikut,
|
Mesin di samping ini akan mengubah tiap bilangan yang masuk menjadi tiga kali lipat ditambah 2. Jadi bila dimasukkan bilangan 4 akan keluar bilangan 14. |
a. Jika keluar bilangan 14, bilangan berapa yang masuk?
b. Jika dimasukkan bilangan 5, bilangan berapa yang akan keluar?
c. Jika keluar bilangan 41, bilangan berapa yang masuk?
d. Jika x adalah bilangan yang keluar dan y adalah bilangan yang masuk, nyatakan y dalam x.
Superitem yang kedua dikemukakan oleh Sumarmo (2002),
Perhatikan gambar berikut:
|
Sebuah ruangan mempunyai satu sekat dengan dua buah pintu. Seorang siswa harus pergi menuju sasaran dengan melalui pintu. |
a. Berapa banyak cara ia sampai ke sasaran? Bagaimana caranya?
b. Jika ada sekat kedua dengan dua pintu, berapa banyak cara ia sampai ke sasaran? Bagaimana caranya?
c. Jika ada empat sekat masing-masing dengan dua pintu, berapa banyak cara ia sampai ke sasaran? Bagaimana caranya?
d. Jika ada n sekat masing-masing dengan dua pintu, berapa banyak cara ia sampai ke sasaran? Bagaimana caranya?
Soal superitem ketiga, dicontohkan oleh Wilson dan Chavarria ( 1993),
Jika gambar dapat dilipat sehingga
menjadi dua bagian yang sama dan tepat dipisahkan suatu garis lipatan,
garis lipatan tersebut adalah garis simetri.
Gambar di atas mempunyai garis simetri yang lebih dari satu.
a.
Manakah gambar di atas yang mempunyai garis simetri?
b.
Gambarlah semua garis simetri pada persegi di atas?
c. Manakah dari delapan huruf kapital pertama dalam alphabet mempunyai tepat dua garis simetri?
d. John berkata, “Saya tahu sebuah
aturan untuk dapat memberitahukan, ketika sebuah gambar yang terdiri
dari empat sisi mempunyai garis simetri. Jika sebuah segitiga pada
masing-masing sisinya sama ukuran dan bentuknya, maka segitiga itu
mempunyai garis simetri”. Jelaskan mengapa anda setuju atau tidak setuju
dengan pendapat John!
Pada contoh soal ke-3 di atas, item a
menggunakan hanya satu bagian dari informasi yang didapat secara
langsung dari stem (definisi garis simetri). Pada item b, yang merupakan
representasi dari level 2, siswa memerlukan penggunaan definisi dari
garis simetri dan fakta gambar yang mempunyai lebih dari satu garis
simetri. Sementara itu pada item c, menggunakan bagian informasi yang
sama dari item b, tetapi memerlukan kemampuan siswa dalam
mengintegrasikan informasi yang menghasilkan diagram dan menggunakan
definisi pada berbagai variasi dari kurva. Siswa dapat menyelesaikan
soal item d, jika siswa dapat berfikir kritis tentang sebuah hipotesis
yang diturunkan dari stem. Pada Taksonomi SOLO, item d ini termasuk ke
dalam level 4.
Berdasarkan contoh superitem di atas,
dikandung maksud agar siswa memahami hubungan antar konsep secara
bertahap dari yang sederhana sampai meningkat kepada yang lebih
kompleks. Selain daripada itu guru melakukan kegiatan diagnostik
terhadap respon siswa, sehingga dapat dengan segera menentukan
langkah-langkah yang diperlukan dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Kelebihan pembelajaran matematika dengan
menggunakan tugas bentuk superitem diantaranya, dapat memberikan
kesempatan kepada siswa untuk memahami persoalan matematika secara
bertahap sesuai kesiapannya; dan guru dapat memberikan bantuan yang
tepat kepada siswa berdasarkan respon dari siswa. Pada sisi lain
pembelajaran ini akan memberi kesulitan kepada guru dalam membuat atau
menyusun butir-butir soal bentuk superitem. Kemudian dimungkinkan
terdapat respon siswa yang
beragam. Hal itu akan menuntut kesiapan guru dalam mengantisipasinya.
Wilson dan Chavarria (1993) memberikan pengalamannya dalam mengkonstruksi bentuk soal superitem yaitu,
1) Mengkonstruksi sebuah superitem
akan dimulai dengan menentukan terlebih dahulu prinsip umum apa yang
akan menjadi fokus pada item level empat. Prinsip tersebut akan dibangun
oleh tiga item sebelumnya. Setiap item akan membantu siswa dalam
menggali situasi dari masalah.
2) Stem akan menyajikan sebuah masalah yang relevan dan diperlukan siswa.
3) Respon dari setiap item di dalam sebuah superitem tidak bergantung pada respon yang benar dari item sebelumnya.
Pengalaman kedua ahli tersebut, tampaknya dapat membantu guru dalam menyusun butir soal bentuk superitem.
Daftar Pustaka:
Lajoie,S (1991). A Framework for Authentic Assessment in Mathematics. [Online].Tersedia: http://www.wcer.wisc.edu/ncisla/publications/newsletters/normse/vol1num.1pdf. [ 17 Pebruari 2002 ].Sumarmo,U (1993). Profil Struktur Hasil Belajar Matematika Siswa SMA Berdasarkan Taksonomi SOLO. Laporan Hasil Penelitian FPMIPA IKIP Bandung
Sumarmo,U (2002). Alternatif Pembelajaran Matematika dalam Menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi . Makalah pada Seminar Matematika Tingkat Nasional. Bandung
Wilson dan Chavarria (1993). Superitem Test as a Classroom Assessment Toll. Dalam Webb dan Coxford (ed). Assessment in the Mathematics Classroom 1993 Yearbook. NCTM: Reston Virginia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar